ISLAM PERIODE KHALIFAH ABU BAKAR
Sunday, May 11, 2014
Add Comment
Daftar Isi: [Tampil]

KULIAH SEJARAH PERADABAN ISLAM
A.
Islam
Periode Khalifah Abu Bakar
A.1. Riwayat
Singkat Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu
Bakar Ash Shiddiq lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia
merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa'ur Rasyidin, sahabat Nabi Muhammad
SAW yang terdekat dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam
(as-sabiqun al-awwalun). Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah
at-Tamini.
Pada
masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka'bah. Nama ini diberikan kepadanya
sebagai realisasi nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar
oleh Nabi Muhammad SAW menjadi Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar Abu Bakar
diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam,
sedang gelar as-Siddiq yang berarti 'amat membenarkan' adalah gelar yang
diberikan kepadanya karena ia amat segera memberiarkan Rasulullah SAW dalam
berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa "Isra Mikraj".[1]
Ayahnya
bernama Usman (juga disebut Abi Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Saad bin Taim bin
Murra bin Kaab bin Luayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama
Ummu Khair Salma binti Sakhr. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada
neneknya bernama Kaab bin Sa'd bin Taim bin Muarra. Kedua orang tuanya berasal
dari suku Taim, suku yang melahirkan banyak tokoh terhormat.
Abu
Bakar adalah seorang pemikir Makkah yang memandang penyembahan berhala itu
suatu kebodohan dan kepalsuan belaka, ia adalah orang yang menerima dakwah
tanpa ragu dan ia adalah orang pertama yang memperkuat agama Islam serta
menyiarkannya. Di samping itu ia suka melindungi golongan lemah dengan hartanya
sendiri dan kelembutan hatinya.
Di
samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai
silsilah keturunan). Ia menguasai dengan baik berbagai nasab kabilah dan
suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan
masing-masing dalam bangsa arab.[2]
Wafatnya Abu Bakar pada tahun 13 H malam selasa, 7 Jumadil
Akhir pada usia 63 tahun, dan kekhalifahannya berjalan selama 2 tahun 3 bulan
dan 10 hari, dan dimakamkan di rumah ‘Aisyah disamping makam Nabi Muhammad SAW.[3]
A.2. Proses Pengangkatan Abu Bakar
Berita
wafatnya Nabi Muhammad SAW, bagi para sahabat dan kaumslimin adalah seperti
petir di siang bolong karena sangat cinta mereka kepada Rasulullah. Apalagi
bagi para sahabat yang biasa hidup bersama di bawah asuhannya. Sehingga ketika
kabar wafatnya Rasulullah beredar ada orang tidak percaya akan kabar tersebut.
Di antaranya adalah sahabat Umar bin Khattab yang dengan tegas membantah setiap
orang yang membawa kabar wafatnya beliau. Di saat keadaan gempar yang luar
biasa ini datanglah sahabat Abu Bakar untuk menenangkan kegaduhan itu, ia
berkata di hadapan orang banyak; "Wahai manusia, siapa yang menyembah
Muhammad, maka Muhammad sudah wafat, dan barang siapa menyembah Allah, Allah
hidup tidak akan mati selamanya".
Sejarah
mencatat, bahwa masalah yang paling krusial setelah nabi wafat adalah masalah
politik, yaitu penentuan siapa yang berhak menggantikan nabi sebagai kepala
Negara (khalifah). Begitu penting masalah ini, sehingga penguburan Nabi
tertunda. Tentang penggantian Nabi sebagai Rasul sudah di atur oleh wahyu dan
memang Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir, sedangkan penggantian
sebagai kepala Negara tidak diatur oleh wahyu dan Nabi pun tidak ada berwasiat.[4]
Setelah
kaum Muslimin dan para sahabat menyadari tentang wafatnya Rasulullah SAW, maka
Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya perselisihan faham antara kaum
Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai khalifah
kaum Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak
Anshar menghendaki pihak yang memimpin. Situasi yang memanas inipun dapat
diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua orang calon
khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah.
Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih
Abu Bakar.
Ada
beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, yaitu:
a.
Menurut pendapat umum yang ada pada
zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraisy;
pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi
"al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).
b.
Sahabat sependapat tentang ketokohan
pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena beberapa keutamaan yang dimilikinya,
antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam, ia satu-satunya
sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah dari Makkah ke Madinah dan
ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW untuk
mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan bangsawan,
cerdas, dan berakhlak mulia.
c.
Beliau sangat dekat dengan Rasulullah
SAW, baik dalam bidang agama maupun kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang
mendermakan hartanya untuk kepentingan Islam.[5]
Sebagai
khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama di Saqifa Bani Saidah yang
dikenal dengan Bai 'at Khassah dan kedua di Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di
Madinah yang dikenal dengan Bai’at A 'mmah.
Seusai
acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang baru terpilih
berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai pidatonya dengan menyatakan sumpah
kepada Allah SWT dan menyatakan ketidak berambisiannya untuk menduduki jabatan
khalifah tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan "Saya telah terpilih
menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik di antara
kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya berada di jalan yang benar
dan bimbinglah saya seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah kepercayaan
dan kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian menjadi
kuat dalam pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah
menghendaki dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam pandangan
saya hingga saya dapat merebut hak daripadanya. Taatilah saya selama saya taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya,
janganlah ikuti saya".[6]
Di
masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang
mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah
Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat.
Terhadap
semua golongan yang membangkang dan memberontak itu Abu bakar mengambil
tindakan tegas. Ketegasan ini didukung oleh mayoritas umat. Untuk menumpas
seluruh pemberontakan, ia membentuk sebelas pasukan masing-masing dipimpin oleh
panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah
bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu singkat seluruh kekacauan
dan pemberontakan yang terjadi dalam negeri dapat ditumpas dengan sukses.[7]
Abu
Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa
sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama
tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk
lagi kepada pemerintahan Madinah. Karena sikap keras kepala dan penentangan
mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan
persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan)
dan pahlawan yang banyak berjasa dalam perang tersebut adalah Khalid bin Walid.
A.3. Kemajuan-kemajuan yang dicapai Abu Bakar
Kemajuan
yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua
tahun, antara lain:
a.
Perbaikan sosial (masyarakat).
Perbaikan sosial yang dilakukan Abu
Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya
mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-orang murtad, nabi-nabi
palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).
b.
Perluasan dan pengembangan wilayah
Islam.
Adapun usaha yang ditempuh untuk
perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah
ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan
langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar
harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari
serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium. Untuk ekspansi ke Irak
dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah dipimpin tiga panglima
yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan Surahbil bin Hasanah.
c.
Pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an.
Sedangkan usaha yang ditempuh untuk
pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an adalah atas usul dari sahabat Umar bin Khattab
yang merasa khawatir kehilangan Al Qur'an setelah para sahabat yang hafal Al
Qur'an banyak yang gugur dalam peperangan, terutama waktu memerangi para nabi
palsu. Alasan lain karena ayat-ayat Al Qur'an banyak berserakan ada yang
ditulis pada daun, kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan
mudah rusak dan hilang.
Atas usul Umar bin Khattab tersebut
pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum
pemah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun karena alasan Umar yang
rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al Qur'an yang gugur di medan
pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar
menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu
pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.
d.
Sebagai kepala negara dan pemimpin umat
Islam.
Kemajuan yang diemban sebagai kepala
negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar senantiasa meneladani perilaku
rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan seperti
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu dipraktekkannya. Ia sangat
memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang
kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat besar perhatiannya.
Sahabat yang telah menduduki jabatan
pada masa Nabi Muhammad SAW tetap dibiarkan pada jabatannya, sedangkan sahabat
lain yang belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan juga diangkat
berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki.
e.
Meningkatkan kesejahteraan umat.
Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk
meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar membentuk lembaga "Baitul
Mal", semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan
kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari "amin al-ummah"
(kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya
dipercayakan kepada Umar bin Khattab .[8]
Kebijaksanaan lain yang ditempuh Abu
Bakar membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia
berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan
berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah
semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah akan mendapat balasan
pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena itulah biarlah mereka mendapat bagian
yang sama.
Persoalan
besar yang sempat diselesaikan Abu Bakar sebelum wafat adalah menetapkan calon
khalifah yang akan menggantikannya. Dengan demikian ia telah mempersempit
peluang bagi timbulnya pertikaian di antara umat Islam mengenai jabatan
khalifah. Dalam menetapkan calon penggantinya Abu Bakar tidak memilih anak atau
kerabatnya yang terdekat, melainkan memilih orang lain yang secara obyektif
dinilai mampu mengemban amanah dan tugas sebagai khalifah, yaitu sahabat Umar
bin Khattab. Pilihan tersebut tidak diputuskannya sendiri, tetapi
dimusyawarahkannya terlebih dahulu dengan sahabat-sahabat besar. Setelah
disepakati, barulah ia mengumumkan calon khalifah itu.
Abu
Bakar dengan masa pemerintahannya yang amat singkat ( kurang lebih dua tahun)
telah berhasil mengatasi tantangan-tantangan dalam negeri Madinah yang baru
tumbuh itu, dan juga menyiapkan jalan bagi perkembangan dan perluasan Islam di
Semenanjung Arabia.
[1] Salabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam (Jakarta: pustaka Al husna, 1983) hal: 226
[2] http:// blogspot.com/2008/10/Kemajuan-Islam-Pada-Masa-Abu-Bakar-as.html.l
[3] DR. Sa’id Ramadhan Al bouthy , Fiqh Siroh Nabawiyah
:353.
[4] Maidir harun, Sejarah
Peradaban Islam, (Padang : 2001), hal. 36
[5] http:// blogspot.com/2008/10/Kemajuan-Islam-Pada-Masa-Abu-Bakar-As.html
[6] Salabi, ibid,
hal. 227
[7] Maidir harun, op.cit.
hal. 46
[8] Maidir harun, ibid. hal. 52
0 Response to "ISLAM PERIODE KHALIFAH ABU BAKAR"
Post a Comment