Syarat-Syarat Hadis Sahih - Kuliah Ulumul Hadis
Monday, January 6, 2014
Add Comment
Daftar Isi: [Tampil]
Syarat-Syarat
Hadis Sahih[1]
a.
Bersambungnya
sanad
Bersambungnya
sanad berarti setiap perawi dalam sanad bertemu dan menerima periwayatan dari
perawi sebelumnya, baik secara langsung atau secara hukum dari awal sanad
sampai akhirnya. Pertemuan persambungan sanad dalam periwayatan ada dua macam
lambang yang digunakan oleh para periwayat :
1.
Pertemuan
langsung (mubasyarah),
Seorang bertatap muka
langsung dengan syaikh yang menyampaikan periwayatan. Maka ia mendengarkan
berita yang disampaikan atau melihat apa yang dilakukan. Periwayatan dalam
bentuk pertemuan langsung pada umumnya menggunakan lambang ungkapan :
سمعت : aku
mendengar,
-
اخبرني- حدّثنا- اخبرنا حدّثني: memberitakan kepadaku/kami,
رايت فلانا : aku
melihat si Fulan, dan lain-lain.
Jika dalam periwayatan sanad
hadis menggunakan kalimat tersebut, atau sesamanya maka sanadnya bersambung.
2.
Pertemuan
secara hukum
Seorang meriwayatkan hadis
dari seorang yang hidup sesamanya dengan ungkapan kata yang mungkin mendengar
atau mungkin melihat. Misalnya :
قال فلان - عن فلان -
فعل فلان : si Fulan
berkata..../dari si Fulan/si Fulan melakukan begini.
Persambungan sanad dalam
ungkapan kata ini masih secara hukum, maka perlu penelitian lebih lanjut sehingga
dapat diketahui apakah benar ia bertemu dengan syaikhnya atau tidak. Maka dapat
diperiksa dengan dua teknik berikut :
a)
Mengetahui
orang yang diterima periwayatannya telah wafat sebelum atau sesudah perawi
berusia dewasa.
b)
Keterangan
seorang perawi atau imam hadis bahwa seorang perawi bertemu atau tidak bertemu,
mendengar atau tidak mendengar, melihat dengan orang yang menyampaikan
periwayatannya atau tidak melihat. Keterangan seorang perawi ini dijadikan
saksi kuat yang memperjelas keberadaan sanad.
b.
Keadilan
para perawi
Dalam istilah periwayatan orang yang adil
adalah orang yang konsisten atau istiqomah dalam beragama, baik akhlaknya,
tidak fasik dan tidak melakukan cacat maru’ah (maruah : menjaga kehormatan
sebagai seorang perawi).
Istiqomah dalam beragama, artinya orang
tersebut konsisten dalam beragama, menjalankan segala perintah, dan menjauhkan
segala dosa yang menyebabkan kefasikan. Dalam hal menilai kedailan
seorang perawi cukup dilakukan dengan salah satu teknik berikut :
a)
Keterangan
seorang atu beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat adil,
sebagai mana yang disebutkan dalam kitab-kitab Al-Jarh wa At-Ta’dil.
b)
Ketenaran
seseorang bahwa bersifat adil, seperti imam empat, yaitu : Imam Hanafi, Maliki,
As-Syafi’i, dan Hambali.[2]
c.
Dhabitnya
para perawi
Dhabitnya para perawi itu memiliki daya ingat
hafalan yang kuat dan sempurna. daya ingat dan hafalan ini sanat diperlukan
dalam rangka menjaga otentisitas hadis, mengingat tidak seluruh hadis tercatat
pada masa awal perkembangan Islam. Atau jika tercatat, catatan tulisannya harus
selalu benar, tidak terjadi kesalahan yang mencurigakan. Sifat dhabit ini ada
dua macam, yaitu sebagai berikut :
a)
Dhabith
dalam dada, artinya memiliki daya ingat dan hafalan yang
kuat sejak ia menerima hadis dari seorang syaikh sampai denan pada saat
menyampaikan kepada orang lain, atau ia memiliki kemampuan untuk menyampaikan
kapan saja diperlukan kepada oran lain.
b)
Dhabit
dalam tulisan, artinya tulisan hadisnya sejak mendengar dari gurunya
terpelihara dari perubahan, pergantian, dan kekurangan. Singkatnya, tidak
terjadi kesalahan-kesalahan tulis kemudian diubah dan diganti, karena hal
demikian akan mengundang keraguan atas ke-dhabith-an seseorang.
d.
Tidak
terjadi kejanggalan (Syadzdz)
Syadzdz dalam bahasa berarti ganjil,
terasing atau menyalahi aturan. Maksud syadzdz di sini adalah
periwayatan orang tsiqah (terpercaya, yaitu adil dan dhabith)
bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah. Dengan
demikian, jika disyaratkan hadis shahi harus tidak terjadi syadzdz,
berati hadis tidak terjadi adanya periwayatan orang tsiqah bertentangan
dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah. Syadzdz bisa terjadi
pada matan atau pada sanad suatu hadis.
Contoh syadzdz pada matan hadis, seperti
hadis yang diriwayatkan oleh Muslim melalui jalan Ibnu Wahab sampai pada
Abdullah bin Zaid dalam memberiakn sifat-sifat wudhu’ Rasulullah saw :
انّه مسح براسه بماء غير
فضل يده
Bahwa beliau menyapu kepalanya dengan air yang bukan
kelebihan ditangannya.
Riwayatan Al-Baihaqi, melalui jalan sanad yang sama
mengatakan :
انّه اخد لاذنيه ماء
خلاف الماء الدّي اخد لراسه
Bahwasanya beliau mengambil air untuk kedua telinganya
selain air yang diambil untuk kepalanya.
Periwayatan Al-Baihaqi adalah
syadzdz (janggal) dan tidak shahih, karena periwayatan dari Ibnu Wahb
seorang tsiqah, menyalahi periwayatan jama’ah ulama dan Muslim yang
lebih tsiqah.
e.
Tidak
ada illat
Dari segi bahasa illat berarti penyakit,
sebab, alasan atau udzur. Sedangkan arti illat disini adalah suatu sebab
tersembunyi yang membuat cacat keabsahan suatu hadis padahal lahirnya selamat
dari cacat tersebut. Misalnya, sebuah hadis setelah diadalan penelitian,
ternyata ada sebab yang membuat cacat yang menghalangi terkabulnya, perawi seorang
yang fasik, tidak bagus hafalannya, ahli bid’ah, dan lain-lain.
[1] Dr. H. Abdul
Majid, Ulumul Hadis edisi ke-2...hlm 168
[2] Mahmud
Ath-Thahhan, Taysir Mushtalah Al-Hadist, hlm. 121-122
0 Response to "Syarat-Syarat Hadis Sahih - Kuliah Ulumul Hadis"
Post a Comment